Menelusuri
sejarah Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), bermula pada 4 Nopember 1982,
ketika KSAL membentuk
organisasi tugas dengan nama Pasukan
Khusus AL (Pasusla). Keberadaan Pasusla didesak oleh kebutuhan akan
adanya pasukan khusus
TNI AL guna menanggulangi segala
bentuk ancaman aspek laut. Seperti terorisme, sabotase, dan ancaman
lainnya.
Pada
tahap pertama, direkrut 70 personel dari Intai Amfibi (Taifib) dan
Pasukan Katak (Paska). Komando
dan pengendalian pembinaan di bawah
Panglima Armada Barat dengan asistensi Komandan Korps Marinir. KSAL
bertindak selaku pengendali
operasional. Markas ditetapkan di
Mako Armabar.
Melihat
perkembangan dan kebutuhan satuan khusus ini, KSAL menyurati Panglima
TNI yang isinya berkisar
keinginan membentuk Detasemen Jala
Mangkara. Panglima ABRI menyetujui dan sejak itu (13-11-1984), Denjaka
menjadi satuan Antiteror
Aspek Laut. Merunut keputusan KSAL,
Denjaka adalah komando pelaksana Kormar yang mempunyai tugas pokok
melaksanakan pembinaan
kemampuan dan kekuatan dalam rangka
melaksanakan operasi antiteror, antisabotase, dan klandesten aspek laut
atas perintah
Panglima TNI.
Pola
rekrutmen Denjaka dimulai sejak pendidikan para dan komando. Selangkah
sebelum masuk ke Denjaka,
prajurit terpilih mesti sudah
berkualifikasi Intai Amfibi. Dalam menjalankan aksinya, satuan khusus
ini dapat digerakkan menuju
sasaran baik lewat permukaan/bawah
laut maupun lewat udara. TNI AL masih memiliki satu pasukan khusus lagi,
yaitu Komando
Pasukan Katak (Kopaska). Kedua
satuan pernah beberapa kali melakukan latihan gabungan dengan US Navy
SEAL.
|
|
The
history of Jala Mengkara
Detachment (Denjaka) started on
November 4, 1982 when the Indonesian Navy Chief of Staff formed a unit
called Navy Special
Forces (Pasusla). The existence of
Pasusla was urgently needed to counter the terrorism activities in the
sea.
In
the initial phase,
70 personnels from
Amphibious Reconnaissance Unit and Underwater Special Unit were
recruited to form Pasusla. The trainings
for this new unit was under the
command of Western Fleet commander with the assistance from the Marine
Corps commander. The
Navy chief of staff was the
operational commander for Pasusla. Western Fleet Command Headquarter
became the units base.
Upon
further development
of this unit, Navy chief of staff
requested Indonesian Armed Forces commander to form Denjaka. The armed
forces commander
agreed to this request and since
then Denjaka became the Naval Anti-Terror Unit. According to Navy chief
of staff direction,
Denjaka is a Marines special unit
that has the responsibilities to be capable to conduct anti-terror,
anti-sabotages, and
naval clandestine operations under
direct command of armed forces commander.
Denjaka
recruitment process
started after the conclusion of Para
and Commando trainings. Before enrolling in Denjaka training, the troop
must have been
qualified to become an amphibious
surveillance unit member. In its operation, this special forces unit
must be able to reach
the operational target via sea,
underwater, or airborne. This unit has been conducting several
joint-practices with the US
Navy SEAL teams.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar