PANGKALAN UTAMA TNI AL III
Sejarah Pangkalan TNI Angkatan laut (Lantamal) III tidak bisa dipisahkan dari keberadaan sejarah berdirinya
TNI AL itu sendiri, Karena Pangkalan merupakan salah satu dari Sistem
Senjata Armada Terpadu (SSAT) yaitu yang terdiri dari Pangkalan, Kapal,
Marinir dan Pesawat Udara (Pesud). Sebelum mengetahui keberadaan
Lantamal III kita harus tahu dulu sejarah terbentuknya atau awal keberadaan TNI AL serta perkembangannya organisasinya sesuai dengan situasi dan kondisi perkembangan lingkungan strategis.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan sebagai Negara merdeka dan berdaulat, esok paginya PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) menggelar sidang menetapkan UUD 1945, Presiden dan Wapres serta membentuk KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat), kemudian pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI memutuskan
pembentukan Badan keamanan Rakyat (BKR). Tujuan diadakan BKR adalah
untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho yang dibubarkan pemerintah
Jepang dan sekaligus dimaksudkan guna menampung semangat keprajuritan
putra-putra Indonesia.
Kemudian secara serempak baik di pusat maupun di daerah-daerah para
pemuda membentuk BKR-BKR yang awalnya bukan organisasi tentara, dengan
tujuan untuk menghindari bentrokan dengan fihak rezim penjajahan Jepang.
Para pemuda yang berjiwa bahari seperti SPT (sekolah Pelayaran TInggi)
dan SPI (Serikat Pelayaran Indonesia) dan Pelaut-pelaut Jawa Unko Kaisya kemudian mengkoordinir seluruh pemuda pelaut-pelaut Indonesia
lainnya dan membentuk BKR Laut pada tanggal 10 September 1945 yang
nantinya berubah menjadi TKR dan selanjutnya menjadi ALRI.
Setelah diresmikannya BKR Laut Pusat oleh Komite Nasional Indonesia
(KNIP) tanggal 10 September 1945 dan kemudian disusunlah Staf Umum BKR
Laut Pusat yang bersifat sederhana hanya beberapa orang yang menjadi
Pimpinan yaitu Ketua Umum : M. Pardi dengan anggota Adam, R.E.
Martadinata, Ahmad Hadi, Surjadi, Oentoro Koesmardjo dan Darjaatmaja.
Seiring perkembangan waktu dengan adanya Maklumat No.2/X tanggal 5
Oktober 1945 tentang pembentukan Tentara keamanan Rakyat (TKR) maka
secara resmi BKR Laut berubah menjadi TKR Laut.
Situasi Jakarta yang cukup rawan sehingga pemerintah mengeluarkan
putusan untuk memindahkan TKR laut ke luar kota sesuai dengan kehendak
pemerintah untuk menjadikan Jakarta sebagai kota Diplomasi dan tidak
menginginkan Jakarta menjadi daerah pertempuran seperti yang dialami
Kota Surabaya. Kedudukan selanjutnya Markas Teringgi TKR Berkedudukan
Di Yogjakarta setelah perubahan nama mengadakan penyempurnaan organisasi
antara lain: Markas tertinggi TKR di Yogjakarta dipimpin Laksamana III
M. Pardi, Divisi I TKR Laut Jawa barat berkedudukan di Cirebon dipimpin
Laksamana III M. Adam dan Divisi TKR II Jawa Tengah berkedudukan di
Purworejo pimpinan Laksamana M. Nasir, khusus untuk perkembangan BKR dan
TKR Laut di Jawa Timur menurut instruksi-instruksi dari TKR Laut
Jogjakarta, tetapi sehubungan kondisi saat itu yang tidak kondusif akhirnya mempunyai perkembangan sendiri yang membawa pada suatu dualisme.
Untuk menyatukan semua pihak dan aliran
yang terdapat dalam lingkungan TKR Laut dibentuk suatu Komisi
Penyelenggaraan Susunan Baru Markas Tertinggi TKR yang anggotanya
terdiri dari unsur-unsur pimpinan Yogjakarta, Lawang dan Kementerian
Pertahanan. Susunan komisi ketua R.S. Ahmad Sumadi dengan anggota Adam,
M. natsir, Katamudi, Moch. Affandi yang disyahkan oleh Menteri
Pertahanan Amir Sjarifudin dengan disaksikan Wapres Moh. Hatta, Jaksa
agung Mr. Kasman Singodimedjo, Kepala Staf TKR Darat Urip sumoharjo.
Kemudian Komisi ini menyelenggarakan sidang pertama kali tanggal 25 dan
26 Januari 1946 dan mengambil beberapa keputusan antara lain; 1)
Mengangkat Atmadji sebagai Pemimpin Umum TKR laut dan ditempatkan pada
kementerian Pertahanan, 2) Untuk Koordinasi sepenuhnya antara beberapa
fihak dan aliran dalam TKR laut diputuskan untuk mengangkat M. Nazir
sebagai Kepala Staf Umum dengan dibantu M. Pardi dan Gunadi dengan
ketentuan ketiganya tidak boleh diadakan perbedaan pangkat. Ketiga
pimpinan tersebut diwajibkan untuk menyusun staf TKR laut dengan
sebaik-baiknya.
Pada tanggal ini juga nama TKR Laut dirubah menjadi TRI Laut dan pada
bulan Februari 1946 TRI Laut dirubah menjadi ALRI. Perubahan nama
tersebut tidak mempengaruhi struktur organisasi yang telah ada, hanya
sejak digunakan nama ALRI para resimen/batalion TRI Laut terutama di kota-kota pelabuhan lebih mempopulerkan nama Pangkalan ALRI.
Hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 menimbulkan konsekuensi
ALRI menjadi ALRIS sesuai dengan Kepres No. 9 tanggal 28 Desember 1949
dan Kepres RIS No. 42 Tanggal 25 Januari 1950 serta Surat Keputusan
Menteri Pertahanan No. 34/MP/50 ditetapkan struktur organisasi ALRIS
pada 4 Februari 1950. Kemudian tanggal 17 Agustus 1950 RIS dihabus
sehingga ALRIS beubah lagi menjadi ALRI.
ALRI yang menganut struktur organisasi �Line and Staff�, setelah
tersusun Staf Angkatan laut, kemudian berikutnya membentuk Kotama dan
Pendirat. Kebijakan pembentukan Kotama untuk membentuk organisasi
Pangkalan Besar Angkatan laut. Sesuai Surat keputusan Menteri pertahanan
RIS No. 34/MP/50 tanggal 4 Februari 1950 disebutkan adanya Komando
utama yang berkedudukan langsung dibawah KSAL yaitu Komando Daerah
Maritim Surabaya (KDMS), Komando Daerah Maritim Belawan (KDMB) dan
Kedinasan Kota Angkatan Laut Djakarta (KKALD). Tugas dari KKALD
mempersiapkan segala sesuatu guna pemindahan Markas Besar Angkatan Laut
dari Yogjakarta ke Jakarta serta menampung anak buah yang datang dari
berbagai daerah di Jawa Barat dan Sumatra. KKALD disempurnakan menjadi
organisasi Komando Maritim Kota (Komarko) dengan Komandan Mayor Laut Adm
Saleh Bratawijaya.
Seiring perkembangan organisasi kemudian berdasarkan SK Menteri
Pertahanan No. 641/MP/6/50 Tanggal 27 Oktober 1950 dibentuklah
Organisasi Komandemen Daerah Maritim Djakarta (KDMD) dengan Komandan
Mayor Laut Adm Saleh Bratawijaya dengan Markas di Jl. DR. Sutomo 10.
KDMD mempunyai wilayah tanggung jawab meliputi daerah Pelabuhan Tanjung
Priok, Selat Sunda, Daerah Kota, Tanjung Priok, Jakarta Raya dan
Kebayoran baru.
Tugas KDMD adalah :
1) Bertanggung jawab atas pertahanan di perairan tanggung jawabnya
2) Bertanggung jawab atas ketertiban dan keamanan serta menegakkan kedaulatan Negara di perairan yang termasuk daerahnya.
3) Mengatur operasi-operasi kapal yang ditempatkan dibawah perintahnya.
4) Menyelenggarakan pemeliharaan kecil untuk kapal, dalam batas kemampuannya.
5) Dalam melaksanakan tugas Komandan KDM tidak diperkenankan ikut campur urusan pemerintahan sipil.
KDMD berkedudukan langsung dibawah KSAL, dalam melaksanakan
tugas sehari-hari Komandan KDMD wajib mengadakan hubungan langsung
dengan institusi militer maupun sipil yang ada di wilayahnya.
Sesuai Surat Keputusan KSAL tanggal 11-6-1953 No. G.11/4/10, Organisasi KDMD terdiri dari :
- KDMD dipimpin seorang Komandan
- Pembantu Komandan : Kepala Staf
- Sekretariat : Urusan umum, arsip dan ekpedisi dan Tata Usaha koamndemen
- Staf Komandan terdiri dari :
Seksi I : Penyelidik/Security
Seksi II : Operasi dan Kesediaan
Seksi III : Dinas Tehnik/Material
Seksi IV : Intedan
- Dinas Pemeliharaan Khusus terdiri dari :
Perhubungan (PHB), Dinas Angkutan Angkatan laut (DAAL), Pemeriksa Kapal,
Bengkel kapal, Bengkel Mobil, Persenjataan, Permiyakan, Perumahan,
Bangunan, Penerangan, Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan.
Organisasi KDMD berjalan sampai tahun 1960. Selanjutnya terbit
Surat keputusan KSAL No. A.4/6/6 tanggal 18 Oktober 1960 KDMD berubah
menjadi Komando Daerah Maritim III (Kodamar III). Bersama-sama Kodamar
lainya yaitu Komando Daerah Maritim Belawan (KDMB) menjadi Kodamar I,
Komando Daerah Maritim Riau (KDMR) menjadi Kodamar II, Komando Daerah
Maritim Djakarta (KDMD) menjadi Kodamar III, Komando Daerah Maritim
Surabaya (KDMS) menjadi Kodamar IV, Komando Daerah Maritim Makasar
(KDMM) menjadi Kodamar V, Komando Daerah Maritim Ambon(KDMA)
menjadi Kodamar VI. Kodamar yang semula 6 diperluas menjadi 10 Kodamar
yaitu menjadi Kodamar I Belawan, Kodamar II Tanjung Pinang, Kodamar III
Jakarta, Kodamar IV Semarang, Kodamar V Surabaya, Kodamar VI
Banjarmasin, Kodamar VII Makasar, Kodamar VIII Manado, Kodamar IX Ambon dan
Kodamar X Irian Barat. Selanjutnya berdasarkan Keputusan
Menhankam/Pangab No. Keb B/429/69 terhitung Januari 1970 nama Kodamar
diubah menjadi Komando Daerah Angkatan laut (Kodaeral). Pada
perkembangan selanjutnya Kodamar IV Semarang dilikuidasi serta nama
Kodaeral diganti Daerah Angkatan Laut (Daerah), sesuai keputusan KSAL
No. 5401.23 tanggal 30 Maret 1970 didirikan Daeral VIII Nusa Tenggara
(Lombok). Sehingga Daeral tetap 10 dengan perincian yaitu; Daeral I
meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat berkedudukan di Belawan,
Daeral II meliputi Riau dan Sumatera Selatan berkedudukan di Tanjung
Pinang, Daeral III meliputi Jawa Barat dan DKI berkedudukan di Jakarta,
Daeral IV meliputi Jawa tengah dan Jawa Timur berkedudukan di Surabaya,
Daeral V meliputi Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin, Daeral VI
meliputi Sulawesi Utara dan Tenggara berkedudukan di Manado, Daeral VII
meliputi Sulawesi Selatan dan Tengah berkedudukan di Ujung Pandang,
Daeral VII meliputi Nusa Tenggara berkedudukan di Mataram, Daeral IX
meliputi Maluku berkedudukan di Ambon dan
Daeral X meliputi Irian Jaya berkedudukan di Biak/Jayapura.
Kemudian tahun 1984 sebutan Daeral diganti menjadi Pangkalan Utama TNI
Angkatan laut (Lantamal) dan dari 10 Daeral menjadi 5 Lantamal yaitu
lantamal I Belawan, Lantamal II Jakarta, lantamal III Surabaya, Lantamal
IV Ujung Pandang dan Lantamal V Irian. Kemudian berangsur-angsur
Lantamal sesuai kebutuhan organisasi bertambah menjadi 11 yaitu
Bitung/Mando, Tanjung pinang, Ambon,
Padang, Kupang dan Merauke. Pada tahun2006 tepatnya tanggal 13 juli
2006 terbit keputusan Kasal No. Kep/10/VII/2006 tentang perubahan
penomoran Lantamal yang akhirnya merubah Lantamal II Jakarta menjadi
Lantamal III.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar